Antonius Sinaga (61 thn) the Old Farmer yg masih bergulat dgn dunia keras pertanian di Tapanuli Utara ini tampak sedang dilayani petugas SH Institute terkait cara penggunaan kompos cair di ladang pertanian guremnya di Partali Julu Village, Rura Silindung, Tarutung, Tapanuli Utara, Northern Sumatra, Indonesia. Photos captured by Parlin Pakpahan on Sept' 11, 2010.
Profil petani tua Antonius Sinaga (61 thn) asal Partali Julu Village, Rura Silindung, Tapanuli Utara ini sungguh tak bisa hilang dari benakku.
Dalam antrian pelayanan Kompos Cair gratis pada hari Sabtu 11 Sept' ybl di Workshop SH Institute, Jln Guru Mangaloksa Km 1 Tarutung-Sipoholon, ortu yg sudah mulai renta ini turut bergabung dalam antrian tertib mendapatkan jatah 2 liter Kompos Cair gratis dari SH Institute.
Setauku Antoniuslah petani tertua yg dilayani SH Institute sejak Kompos Cair maupun Padat digelontorkan SH Institute 3 bulan yl kepada para petani Tapanuli Utara yg sudah lama tercekik harga pupuk kimia yg membubung harganya ke neraka kapitalisme instan di negeri ini.
Bagaimana kabar keluarga kita natua-tua? Tanyaku memulai obrolan dgn Pak Antonius Sinaga.
Denggan do amang (baik-baik saja), meski hidup ini terasa berat dilalui hari demi hari. Bagaimanapun saya harus tekun menapakinya. Maklumlah, saya masih punya beberapa tanggungan yg harus dihidupi dari hasil tani yg tak seberapa ini.
Pak Antonius yg beristerikan boru Hutabarat (58 thn) ini mempunyai 6 anak. Anak I (laki2) dan II (perempuan) (sudah berumahtangga) merantau dan sekarang tinggal di Batam. Anak III (laki2) dan IV (perempuan) ikut namborunya (Uwa) di Medan. Sampai sekarang keduanya belum juga dapat pekerjaan di Medan. Lalu yg ke-V (kls 2 SMA) dan VI (kls 1 SMA). Keduanya sekolah di Tarutung City. Anak perempuan yg dua inilah yg menjadi tanggungan saya sekarang termasuk yg di Medan yg sesekali saya kirim sedikit uang dengan harapan cepatlah mereka mendapat pekerjaan di Medan, demikian Pak Antoni.
Bertani apa Amang sehari-harinya?
Seperti biasa menanam padi di lahan hanya seluas 600 m2 dan menanam palawija seperti Cabai (300 pohon), Tomat (30 pohon), sedikit Sawi Manis, Singkong dan Pepaya di lahan seluas 240 m2.
Apakah lahan pertanian itu milik sendiri?
Na pogos do ahu amang (saya orang miskin). Kedua macam lahan itu saya sewa. Lahan untuk palawija seluas 240 m2 saya sewa Rp 300.000 per tahun dan lahan untuk padi seluas 600 m2 saya sewa Rp 600.000 per tahun.
Apa masih ada keuntungan yg diperoleh dari lahan sesempit itu?
Jujur. Sebetulnya rugi. Tau sendirilah harga pupuk seperti NPK dan Urea kan mahal. Belum lagi upah pekerja. Saat diperlukan saya biasa mengupah 4 pekerja dgn upah per hari Rp 40.000. Tapi mau dibilang apa. Hanya itu yg mampu saya lakukan. Dan percaya atau tidak saya masih tetap bisa menjalani sisa hidup saya ini sekalipun semuanya serba diangsur termasuk beaya sekolah kedua anak gadis saya dan bayar angsuran utang kepada beberapa penjaja uang di Tarutung ini. Saya kemarin panen padi hanya dapat 25 kaleng (ukuran 1 kaleng minyak Barco adalah ukuran yg lazim digunakan para petani di tano batak). Jujur ini rugi total. Dan Puji Tuhan, kerugian itu kemudian bisa ditutup dari hasil panen Cabai. Dari 300 pohon cabai yg saya tanam di lahan sewaan itu, saya memperoleh Rp 1.000.000. Panen berikutnya tak lama lagi. Semoga harga Cabai pada panen berikut tidak anjlok.
Hah, jadi amang pinjam uang dari rentenir juga, koq tidak pinjam ke Bank?
Ba ido (Itulah). Habis saya mau pinjam dari siapa lagi? Bank? Orang kecil seperti saya tak paham ttg Bank. Pinjam uang sedikit saja ke Bank tapi cengkuneknya (tetekbengeknya) banyak sekali seperti sertifikat tanah dan rumahlah, keterangan dari RT/RW-lah. Daripada pusing ya yg mudah pinjam sama penjaja uang sajalah.
Tapi kan berat amang. Coba berapa pinjaman amang dan berapa angsurannya?
Utang saya sejauh ini sudah mencapai Rp 3 juta. Untuk setiap Rp 1 juta saya bayar bunga plus angsuran sebesar Rp 15.000 per hari. Dan karena utang saya Rp 3 juta, maka angsuran saya setiap hari adalah Rp 45.000.
Apa bisa amang angsur utang itu setiap hari?
Bergantung keadaanlah. Kalau lagi seret ya terpaksa saya tunggak. Tapi selalu saya usahakan untuk tidak tertunggak. Sebab sekali tertunggak, maka saya akan membayarnya berlipatganda. Kita pun akan tersiksa apabila memang itu yg terpaksa harus terjadi.
THE OLD FARMER ANTONIUS SINAGA (61 THN) & SH INSTITUTE. Photos captured by Parlin Pakpahan on Sept' 11, 2010.
Oya, darimana amang tau ttg pembagian kompos cair gratis ini?
Dari teman2 petani di Partali Julu juga. Mereka sudah lebih dulu ke sini beberapa waktu yl. Semula saya kira main2. Sejauh ini manalah ada yg gratis di dunia pertanian. Tau-taunya mereka kemarin membawa beberapa zak kompos padat. Dan katanya gratis. Maka saya coba datang kesini. Ternyata benar. Semogalah dgn adanya kompos gratis dari SH Institute ini ke depan kami bisa mengurangi beaya bertani yg mahal itu menjadi lebih ringan, sehingga kami pun dapat menafkahi keluarga masing-masing tanpa terbebani utang kiri-kanan seperti yg kami alami sekarang, demikian the Old Farmer Antonius Sinaga mengakhiri perbincangan yg sekurangnya telah memberikan gambaran kepada kita betapa buramnya potret petani marginal kita di tano batak khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Lihat juga :
http://www.facebook.com/photo.php?pid=453921&id=100000096661297&ref=fbx_album
Tarutung City, Sept' 12, 2010.
Layak dibaca oleh halak hita di seluruh dunia.