WELCOME
Pembaca dapat mengambil isi blog secara bebas dengan syarat menyertakan URL blog : http://parlinpakpahan.blogspot.com.
Angka Kemiskinan di Indonesia pada Maret 2010 telah berkurang 1,51 juta orang menjadi 31,02 juta orang (13,33%) dibandingkan Maret tahun 2009 sebanyak 32,53 juta orang (14,15%). Itulah statement BPS yang belum lama ini direlease berbagai media.
Penduduk Miskin adalah mereka yang rata-rata pengeluaran per kapita per bulan-nya di bawah garis kemiskinan. Menurut BPS angka pengeluaran si miskin pada Maret 2010 adalah Rp 211.726 per kapita per bulan.
2 komponen garis kemiskinan yaitu GKM (Garis Kemiskinan Makanan) & GKNM (Garis Kemiskinan Non Makanan). GKM : Nilai kebutuhan Minimum Makanan yang diselaraskan dgn 2.100 Kilo Kalori per kapita per hari. GKNM : Kebutuhan Minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Lebih jauh, tercatat adanya 10 propinsi termiskin di negeri ini yaitu Papua, Maluku, Papua Barat, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Bangka Belitung, Gorontalo dan Sumatera Selatan.
Kita hanya bisa manggut-manggut menilik angka pengeluaran si miskin Rp 211.726 per kapita per bulan. Untuk pahitnya, angka itu boleh jadi jauh di bawah lagi. Ada seorang teman yang mencoba menghitungnya. Percaya atau tidak angka rata-rata oengeluaran kelompok termiskin di negeri ini yang didapatnya melalui sampel acak di lapangan hanya pada kitaran Rp 50.000 per kapita per bulan. Sungguh fantastis. Lantas, apa yang bisa dimakan si miskin itu nanti selama 1 bulan penuh hanya dengan lembaran lusuh senilai LIMPUL? Jangan lupa bahwa angka kebergantungan hidup sangatlah tinggi di negeri ini. Hitung saja kebergantungan sejumlah orang dalam sebuah keluarga besar terhadap satu orang pencari nafkah andalan dalam keluarga besar itu. Maka kita akan menemukan betapa berjubelnya kaum miskin di negeri ini tak ubahnya kumpulan jutaan Sapi tengah merumput di padang rumput yang meranggas lantaran musim kemarau panjang. Sapi masih mending, karena bisa memamah apa saja sekenanya selain rumput. Tapi si miskin ini tak bisa seperti itu, sekalipun rumput gratis. Karena bagaimanapun juga mereka adalah manusia juga seperti kita ini. Tapi apa daya, karena buruknya kondisi perekonomian dalam negeri sekarang, maka mereka pun terpuruk menjadi miskin seperti itu . Mereka bukannya miskin karena Idiot, tapi memang tak ada lapangan kerja yang memadai untuk kaum miskin ini. Fakta tak terbantah dimana pun di negeri ini adalah bahwa tingkat kebergantungan hidup si miskin ini demikian tinggi terhadap pencari nafkah andalannya masing-masing
Maka mari kita sadari bersama, betapa angka pengangguran tersamar di negeri ini sangatlah tinggi. Apalagi kalau serempak dengan itu kita tilik pula GKNM atau Garis Kemiskinan Non Makanan terkait Perumahan, Sandang, Pendidikan dan Kesehatan. Jangankan SI MISKIN LIMPUL, SI MISKIN PNS, BURUH dan PEGAWAI RENDAHAN dan MENENGAH SWASTA sekalipun tak bakal sanggup memenuhi kebutuhan itu dalam situasi sekarang. Siapa di antara mereka itu yang sanggup kasi uang muka Rp 100 juta (belum lagi angsuran bulanannya nanti) untuk rumah Tipe 120? Yang sanggup membayar ratusan juta rupiah untuk uang masuk ke fakultas favorit di sebuah Universitas ternama seperti UI, ITB, Undip, ITS, Unair dsb? Yang sanggup membayar dokter yang bagus, obat yang patent dan rumahsakit yang sehat dan bersih? Sungguh NEHI, kecuali tentu mereka kalangan The Haves di puncak piramida pelapisan kaya-miskin di negeri inilah yang sanggup menembus itu semua dan samasekali bukan mereka yang telah disebut tadi. Oleh karena itu, jangan sekalipun mau terjebak angka kemiskinan itu dihitung hanya sekadar bahwa kemiskinan telah berkurang sekian persen. Itu justifikasi yang samasekali tak berdasar.
Pahit memang, tapi itulah ….
kita ternyata masih tetap semiskin dulu kawan …. Oleh karena itu mari kita diskusikan solusinya sebelum nasi benar-benar menjadi bubur.
Malang City, 7 September, 2010.
Posting Komentar
Berikan komentar anda di halaman ini. Terimakasih ..